Selasa, 31 Agustus 2010

Rasisme, Xenofobia dan Genosida

Haha lagi ngutek-ngutek sekitar OneNote gw inget gw punya tulisan2 lama gw, (waktu gw masih punya obsesi besar jadi penulis)
Yang gw inget saat itu gw lagi abis lulus SMA tapi belom langsung kuliah, nah kerjaan gw cuma nongkrong2 aja tiap malem sama temen2 SMA gw trus makan tidur makan tidur. Tidur subuh bangun menjelang sore gak beradab banget dah, trus saat itu gw memproklamirkan diri sebagai penentang rasisme, sementara temen gw Ferry Aditia terobsesi jadi aktifis greenpeace wkwk dan temen2 gw yang laen sibuk cari duit sibuk kuliah.
Okelah tanpa basa-basi ni tulisan masa muda gw, sorry kalo pilihan katanya masih rada2 labil hahaha...

Hai guys,
Kali ini aku mau cerita secara umum tentang rasisme. Kira-kira 2 bulan yang lalu deh, aku mulai go public memproklamirkan kalau aku 100% menentang rasisme. Terus aku mulai “memaksakan” diri untuk berbagi uneg-uneg dalam rupa tulisan -> memaksakan di sini artinya, sebenarnya nggak bisa tapi dibisa-bisain..

Akar kebencian aku sama rasisme awalnya karena hal yang sepele dan nggak konkret. Sebenarnya mungkin aku udah nggak setuju segala aksi rasisme dari dulu, tapi aku baru aware sekarang. Selama aku sekolah, SD – SMP – SMA, aku selalu masuk sekolah swasta. Yah, sebut aja secara vulgar kebanyakan pergaulan aku berkisar sama orang-orang keturunan tionghoa. Sekalipun tanpa disebut dan ditunjukin, aku yang pribumi selalu menjadi van nyin buat mereka, van kui, wana, you name it lha. Ini bisa dibilang lingkaran setan, soalnya bagi orang pribumi sendiri, masyarakat keturunan nggak begitu mendapat reaksi positif.

Formalnya, rasisme diartikan sebagai suatu sistem atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya individu (wikipedia) – gampangnya, bisa dibilang rasisme itu pemikiran bahwa suatu ras tertentu lebih superior, lebih jago, lebih oke, lebih sempurna, lebih wah dari ras yang lain sehingga ras ini merasa memiliki hak untuk mengatur yang lain.
Ras sendiri adalah pengelompokan manusia berdasarkan ciri fisik (ini yang paling memuakkan), perbedaan bahasa dan latar belakang budaya serta kepercayaan (agama salah satunya).

Ngaku deh,
Kita bisa dipastiin punya sisi kelam dari rasisme. Aku juga punya, tapi sekarang ini aku lagi berusaha meminimalisir bahkan memusnahkannya.
Contoh nih, misalnya sebagai perempuan kita mendambakan sosok pangeran berkuda putih kita berasal dari suku Jawa, wew! Itu jelas rasisme ! Emangnya ada apa dengan pria-pria lain yang bukan orang Jawa ?

Guys,
Waktu kita menilai orang lain berdasarkan ciri fisiknya, kita nggak hanya merendahkan martabat orang itu tapi juga nunjukin kalau nilai moral kita itu 0 BESAR !
Manusia ya manusia. Aku pernah denger kata-kata yang sangat bijak gini, “Manusia itu berharga hanya karena ia SUDAH dilahirkan.” Cam kan tuh.
Harga manusia bukan dilihat dari berapa derajat keputihan atau kehitaman kulitnya, bukan dari seksi atau enggak bahasanya, bukan juga dari berapa centimeter lebar matanya. Sebagai manusia kita sangat tidak layak membuat patron atau panduan kriteria orang yang akan kita hargai. Cuma 1 yang akan kita hargai adalah mereka yang sudah dilahirkan sebagai manusia. Nggak pake syarat.

Paham rasisme punya be-ji-bun efek negatif. Salah satunya punya nama keren sindrom xenofobia, artinya ketakutan terhadap orang asing. Sindrom xenofobia ini kebanyakan hinggap pada para rasis (orang yang menganut rasisme). Rasis punya pandangan rasnya lah yang baik sementara ras lain tidak.
Semua kosakata negatif dipakaikan untuk ras lain, sementara yang positif untuk rasnya sendiri.
Pelit, jorok, malas, bodoh, kasar adalah untuk ras lain.
Sopan, ramah, baik hati, pemaaf, pekerja keras adalah untuk ras kita.
^_~ hayo, bener nggak?

Akhirnya muncul deh si xenofobia ini.
Xenofobia selalu bilang,
“Aku nggak mau temenan sama orang Batak, iyuhk, mereka kan kasar dan jorok.”
Xenofobia juga bilang,
“Dasar cina. Cina pelit, cina licik.”
Xenofobia adalah semuanya tentang prasangka buruk.
Dr. Leda Cosmides, peneliti dari Califronia Universtity bilang, “secara tidak sadar setiap kelompok selalu berprasangka terhadap kelompok lain.” Cosmides juga memberikan solusi, katanya untuk menghindari konflik antar kelompok, orang-orang yang memiliki asal usul berbeda harus dibaurkan. “Ketika bekerja-sama, prasangka menjadi hilang. Asal usul tak lagi penting. Well, well… bekerja sama setelah lebih dulu ber-negative thinking bisa diibaratkan nyuruh orang mencret supaya nggak ke WC. Nearly impossible, nyaris mustahil !
Ada satu istilah keren lagi yang punya hubungan saudara sama rasisme dan xenofobia ; stereotipe. Lumayan makan waktu juga untuk aku ngerti apa artinya stereotipe. Definisinya gagasan yang diyakini mengenai anggota kelompok masyarakat tertentu, yang semata-mata berdasarkan keanggotaan seseorang dalam kelompok tertentu.

Pernah denger peribahasa nila setitik rusak susu sebelanga ? Yak, stereotipe itu perwakilannya. Waktu mendengar tentang Muslim ? Kata pertama yang aku pikirkan fanatik. Waktu mendengar tentang Madura ? Yang aku ingat pembunuhan. Semata-mata hanya gara-gara aku pernah punya pengalaman pribadi sama salah satu muslim yang fanatik. Dan pengalaman ini merusak seluruh citra Muslim di mataku. Aku juga pernah denger cerita tentang kekejamannya orang-orang Madura dan seluruh masyrakat Madura adalah jahat di mata aku.
Orang Jawa terkenal karena kelambananya, itu stereotipe.
Perempuan identik dengan kelemahan, itu juga stereotipe.
Emang sih, nggak bisa disangkal, kadang-kadang stereotipe ini juga menunjukan sifat-sifat alami suatu masyarakat atau ras secara akurat. Tapi kadang-kadang lho, nggak selalu.

Menurut aku,
Rasisme dekat banget kaitannya sama wawasan yang sempit dan moral yang jelek. Aku jamin orang-orang yang berwawasan luas dan menjujung tinggi perikemanusiaan udah pasti bukan rasis. Aku bilang wawasan yang luas lho bukannya pendidikan yang tinggi dan IQ dengan angka selangit. Dan wawasan yang luas ini juga perlu diimbangin sama moral.
Tadinya aku pikir diskriminasi ras mungkin hanya menyebabkan sakit hati atau yah paling parah kerusuhan deh, nggak taunya rasisme pernah punya sejarah berakhir dengan pembunuhan, penyiksaan, pembantaian dan yang paling mengerikan adalah genosida, pemusnahan suatu ras tertentu. Genosida bukan pembantaian tujuannya, tapi pemusnahan ! Aku nggak pernah habis pikir apa yang bikin satu ras begitu membenci ras yang lain. Yah, aku mentok sampai kesimpulan kalau setan itu jahat sekali.

Aku menentang rasisme bukan karena aku kehabisan topik yang lainnya. Tapi memerangi rasisme punya cara yang termudah, yaitu dimulai dari diri kita sendiri. Lagipula aku punya kebencian yang mendalam sama rasisme. Benci setengah mati.
Betapa tololnya orang-orang yang menilai orang lain karena rasnya. Aku ulangin lagi, rasisme itu identik sama orang yang wawasannya sempit alias bodoh dan orang yang moralnya buruk ampun-ampunan.

Jadi pembaca, kalau kamu rasis,
Semoga kamu mulai malu sama diri kamu sendiri. Dulu aku rasis juga, tapi setelah dapet pencerahan aku mulai memandang diriku di masa muda dulu begitu hinanya. Wkkkk….

Good luck guys..
Good luck myself..

Adinda
12 Juni 2007